Gambar Sampul Seni Budaya · BAB 4 KRITIK MUSIK
Seni Budaya · BAB 4 KRITIK MUSIK
Sem Cornelyus Bangun

24/08/2021 12:25:44

SMA 11 2013

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

22

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

A. Pentingnya

Kritik

Musik

Karya musik dapat kita dengarkan melalui pertunjukan langsung

atau melalui hasil rekaman. Karya tersebut oleh penyajinya, baik

pemain musik maupun penyanyi selalu berusaha tampil sebaik-

baiknya untuk memenuhi harapan (keindahan) bagi pendengarnya.

Sebelum pertunjukan berlangsung, mereka berlatih intensif. Fokusnya

adalah menyajikan yang terbaik dan terindah kepada pendengar.

Dengan konsentrasi penuh disertai perasaan yang sesuai dengan

musik yang dibawakan, penyaji berusaha membawa keindahan

untuk dinikmati bersama pendengarnya. Namun demikian, suatu

pertunjukan musik kadang kala kurang mendapat respon positip

dari pendengarnya. Keindahan yang diharapkan tidak didapatkan.

Penyaji pun kecewa akibat dari kurangnya respon dari pendengar.

Pada keadaan ini, tampak ada jarak antara harapan penyaji dengan

pendengar.

Pada acara lomba menyanyi yang sering ditampilkan akhir-akhir

ini di media televisi (seperti AFI atau Indonesia Idol) penampilan

seorang penyanyi selalu dikomentari oleh para juri. Komentar

yang disampaikan juri ada yang berifat pujian dan ada juga yang

bersifat celaan. Ada pula komentar yang bersifat teknis, penghayatan

(interpretasi) atau pembawaan (ekspresi).

Bagi penyaji atau peserta suatu lomba/festival musik, komentar

dari pendengar atau juri dapat mendorong musisi untuk berkarya

lebih baik. Sebaliknya dapat juga terjadi. Namun demikian, dapat

dibayangkan hasilnya apabila tidak ada komentar dari para juri,

maka setiap peserta tentu merasa sudah baik. Rasa puas diri kadang

dapat menurunkan upaya untuk meningkatkan kemampuan diri.

Melalui komentar yang dilontarkan, penonton atau pendengar

menjadi paham akan apa yang terbaik atau pun kekurangan seorang

penyanyi.

Penyataan-pernyataan yang disampaikan juri pada suatu lomba

tentu berdasarkan penilaian atas karya dan penampilan peserta secara

lisan. Penilaian tersebut didasarkan atas pengetahuan, pengalaman

Kritik Musik

BAB

4

23

Seni Budaya

dan penguasaan keterampilan, serta perasaan musikal yang dimiliki

para juri. Komentar yang disampaikan bukan berdasarkan perasaan

senang atau tidak senang terhadap pribadi perserta.

Pernyataan-pernyataan tersebut merupakan bagian dari kritik.

Kritik musik tentu bukan hanya komentar sesaat seusai pertunjukan

tetapi suatu ulasan mendalam dan luas guna memberi pemahaman

atas karya. Kritik musik berusaha menghubungkan karya musik

dan pelakunya dengan masyarakat musik (pendengar) sehingga

terbangun suatu pemahaman atas nilai-nilai keindahan (estetika).

Di sini terlihat peran penting kritik dari seorang kritikus musik.

Suka Hardjana pernah menulis, bahwa “berbeda dengan

dunia sastra, teater dan seni rupa, kritik seni mempunyai tabiat

dan perilakunya sendiri dalam dunia musik. Yaitu, kritik tak

didengar oleh-dan nyaris tak ada gunanya-bagi seniman musik

(2004:vii). Hal ini dapat dipahami karena ada sebagian seniman

yang berpandangan bahwa musik itu cukup dirasakan lewat bunyi

sebagai esensi musik bukan dipahami lewat pengertian-pengertian

verbal. Pandangan ini tentu benar tetapi bagi yang berpandangan

seperti ini mungkin kurang menyadari bahwa pendengar musik

tidak memiliki referensi yang sama baiknya dengan pencipta atau

penyaji musik. Selain itu, penganut pandangan ini barangkali

kurang menyadari pula bahwa apa yang ditampilkan dalam suatu

pertunjukan merupakan obyek yang tidak hanya dapat dirasakan

lewat bunyi tetapi merupakan hal yang terbuka untuk diamati dari

berbagai sisi atau pengertian-pengertian, baik yang bersifat musikal

maupun non musikal.

Apakah hanya karya seniman musik yang memerlukan

kritik? Bagaimana dengan pendengar sebagai apresiator karya

musik? Apresiator juga memerlukan kritik untuk membangun

pemahamannya atas suatu karya. Sebab, karya musik yang

didengarkan tidak selalu dengan mudah dipahami, apalagi jika

karya tersebut asing dan apresiator kurang memiliki referensi atas

karya tersebut. Dengan demikian, kritik musik diperlukan oleh

seniman dan pendengar musik.

B. Pengertian,

Fungsi

dan

Tujuan

Kritik

Musik

Secara etimologis, kritik berasal berasal dari kata Yunani

Krinein”

yang artinya memisahkan, merinci. Dalam kenyataan

yang dihadapinya, orang membuat pemisahan, perincian, antara

nilai dan bukan nilai, arti dan yang bukan arti, baik dan jelek

(Kwant, 1975:12). Dengan pengertian ini, dapat dilihat bahwa

dalam melakukan kritik musik ada obyek yang dikritik dan ada

orang yang mengkritik, yang disebut kritikus.

24

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

Obyek yang dikritik dalam musik tentu saja terutama karya

musik yang sedang dicermati. Karya musik itu umumnya memiliki

gagasan (keindahan) bunyi atau pesan yang ingin disampaikan oleh

penciptanya. Gagasan berupa nilai keindahan itulah yang akan

dikritisi. Oleh karena karya tersebut ada orang yang menciptanya,

maka gagasan dari penciptanya yang paling utama dianalisis. Oleh

karena itu pula gagasan atau ide musik itu biasanya berupa hasil

olahan perasaan dan pikiran penciptanya terhadap sesuatu, maka

hal-hal yang mendorong timbulnya gagasan tersebut yang dikaji

lebih mendalam.

Suatu karya musik yang telah tercipta, umumnya

memerlukan mediator atau penyaji agar dapat dinikmati oleh

pendengarnya. Fungsi sebagai mediator ini pula yang mendapat

perhatian dalam kritik musik. Bagaimana penyaji menyampaikan

suatu karya musik kepada pendengar? Apakah sudah sesuai

dengan jiwa musik dari penciptanya? Dengan demikian kritik

musik itu dapat menambah pemahaman bagi pencipta, pelaku

atau penyaji musik dan bagi masyarakat musik itu sendiri.

Pemahaman yang dimaksud di atas adalah pemahaman

akan nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam karya musik.

Kwant (1975: 19) mengatakan, bahwa “karena berkisar pada

nilai-nilai, maka kepekaan terhadap nilai harus memegang

peranan pokok dalam kritik. Kalau kepekaan terhadap nilai itu

tidak ada, kritik menjadi tanpa respek”. Dengan kata lain, kritik

berfungsi sebagai penilaian atas nilai. Nilai-nilai yang diungkap

melalui kritik itu pula yang berguna bagi masyarakat.

Sem C. Bangun mengatakan, bagi masyarakat kritik seni

berfungsi sebagai memperluas wawasan. Bagi seniman kritik tampil

sebagai ‘cambuk’ kreativitas (Bangun 2011: 3). Melalui pernyataan

tersebut jelaslah bagi kita, bahwa kritik memiliki dampak yang baik

bagi perkembangan musik itu sendiri dan bagi masyarakatnya. Jadi

ada hubungan yang erat suatu kritk musik dengan orang-orang

yang terlibat dalam dunia keindahan musik itu. Hubungan tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut.

Fungsi Kritik Musik

Pengenalan karya musik

dan memperluas wawasan

masyarakat.

Jembatan antara pencipta,

penyaji, dan pendengar.

Eevaluasi diri bagi pencipta

dan penyaji musik.

Pengembangan mutu karya

musik.

25

Seni Budaya

Tujuan Kritik Musik

1.

Evaluasi

2.

Apresiasi

3.

Pengembangan

Suatu gagasan pencipta dalam karya musik dapat dinikmati

oleh pendengar melalui penyajinya. Gagasan itu dituangkan melalui

elemen-elemen musikal dengan warna bunyi tertentu dan mengambil

bentuk tertentu pula. Dalam penuangan gagasan itulah yang menjadi

persoalan untuk dikaji. Namun hal itu baru dapat sampai kepada

pendengar ketika penyaji memainkan dan atau menyanyikannya.

Persoalan penyajian ini juga yang nantinya akan dikaji oleh kritikus.

Akhirnya karya tersebut diterima atau ditolak oleh pendengar.

Penerimaan atau penolakan inilah yang merupakan persoalan lain

bagi kritikus. Walaupun sifatnya subyektif, namun penerimaan

atau penolakan suatu karya oleh pendengar perlu dikoreksi apakah

berhubungan dengan gagasan yang disampaikan oleh pencipta

melalui penyaji atau ia berasal dari hal-hal non musikal.

Melalui gambaran di atas, kita juga mengerti tujuan suatu

kritik musik. Sem C. Bangun mengatakan, bahwa “tujuan kritik

seni adalah evaluasi seni, apresiasi seni, dan pengembangan seni

ke taraf yang lebih kreatif dan inovatif ” (2011:3). Artinya, dengan

adanya koreksi yang bersifat evaluasi atas karya dan penyajiannya

oleh kritikus, masyarakat dan pelaku seni memiliki apresiasi terhadap

karya musik. Dengan demikian diharapkan akan ada inovasi dan

peningkatan mutu karya musik di masa yang akan datang.

26

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

C. Jenis

dan

Pendekatan

Kritik

Berdasarkan prosedur atau landasan kerja, jenis atau tipe kritik

seni terdiri dari:

1.

Kriti

k Jurnalistik

Kritik ini isinya mengandung aspek pemberitaan. Tujuannya

memberikan informasi tentang berbagai peristiwa musik, baik

pertunjukan maupun rekaman. Biasanya ditulis dengan ringkas

karena untuk keperluan surat kabar atau majalah. Sem C. Bangun

menyatakan, bahwa “kewajiban seorang kirtikus jurnalistik adalah

memuaskan rasa ingin tahu para pembaca yang beragam dan untuk

menyenangkan perasaan mereka (2011:8)

2.

Kriti

k Pedagogik

Kritik ini diterapkan oleh pengajar kesenian dalam lembaga

pendidikan. Tujuan kritik ini adalah untuk mengembangkan bakat

dan dan potensi peserta didik. Ini dilakukan dalam proses belajar

mengajar dengan obyek kajian adalah karya peserta didiknya sendiri.

3.

Kriti

k Ilmiah

Kritik ini berkembang dikalangan akademisi dengan

metodologi penelitian ilmiah, dilakukan dengan pengkajian secara

luas, mendalam dan sistematis, baik dalam menganalisis maupun

membandingkan dapat dipertanggung-jawabkan secara akademis

dan estetis. (Bangun, 2011: 11)

4.

Kritik

Populer

Kritik yang dilakukan secara terus menerus secara langsung

atau tidak langsung dikerjakan oleh penulis yang tidak menuntut

keahlian kritis (Bangun, 2011: 12). Ini berarti kritik yang disampaikan

bukan pada tepat tidaknya analisis dan evaluasi yang disajikan tetapi

pada kesetiaan atas suatu gaya atau jenis musik yang mereka tekuni.

Pendekatan yang umum digunakan dalam kritik seni terdiri

dari pendekatan formalistik, instrumentalistik, dan ekspresivistik.

Pendekatan berikut ini disarikan dari buku yang yang ditulis oleh

Sem. C. Bangun (2011). Pendekatan dapat diartikan dasar pijakan

kritikus dalam menyusun kerangka berpikirnya atau caranya

menyajikan kritik.

1.

Formalis

tik

Pendekatan kritik ini berasumsi bahwa kehidupan seni memiliki

kehidupanya sendiri, lepas dari kehidupan nyata sehari-hari. Kritik

jenis ini cenderung menuntut kesempurnaan karya seni yang dibahas.

Kriteria yang digunakan adalah tatanan yang terpadu (integratif )

antar unsur formal atau unsur dasar pembangun karya seni (bunyi)

dengan menghindari unsur estetis yang tidak relevan, seperti

deskripsi sosial, kesejarahan dan lain-lain. (Bangun, 2011: 56-57).

27

Seni Budaya

2.

Instrumentalistik

Pende

katan kritik yang menganggap seni sebagai sarana atau

instrumen untuk mengembangkan tujuan tertentu seperti moral,

politik, atau psikologi. Pada pendekatan ini, karya seni dianggap

sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Karya seni bukan terletak

pada bagaimana penyajiannya tetapi apa dampak dari karya tersebut

bagi kehidupan masyarakat. Di sini, nilai seni ini terletak pada

kegunaanya.

3.

Ekspr

esivistik

Pendekatan kritik ini menganggap karya seni sebagai rekaman

perasaan yang diekspresikan penggubahnya. Jadi, karya seni

ditempatkan sebagai sarana komunikasi. Kritikus yang menggunakan

pendekatan ini melakukan aktivitas kritik berdasakan pengalaman

pencipta suatu karya seni dengan tetap memperhatikan aspek teknis

dalam penyajian gagasan sebagai pendukung emosi penciptanya.

D. Penyajian

Kritik

Musik

Setelah mengetahui beberapa konsep kritik seni seperti

diutarakan di atas sekarang kita akan mendalami bagaimana

langkah-langkah penyajian kritik musik. Ada 4 hal pokok dalam

kegiatan penyajian yang sudah umum digunakan pada kritik seni

yaitu: deskripsi, analisis, interpretasi, dan evaluasi.

Pada bagian deskripsi, hal yang paling mendasar adalah

penyajian fakta yang bersumber langsung dari karya musik yang

dianalisis. Penyajian fakta ini berupa pernyataan elemen dan

warna bunyi yang digunakan. Faktor-faktor pendukung penyajian

juga termasuk bagian deskripsi. Pada tahap ini dinyatakan secara

lengkap bagaimana elemen atau unsur-unsur tersebut diperlakukan

dalam penyajian musik.

Jawaban atas pertanyaan berikut dapat membantu untuk

membuat deskripsi. Pertanyaan ini dapat dikembangkan sesuai

dengan karya musik yang akan dikaji. Berikut contoh pertanyaannya:

Apakah nama (label) pertunjukan tersebut dan program tersebut

untuk kegiatan apa?

Siapakah artis yang terlibat? Apakah ada konduktor atau dirigen?

Kapan dan dimana pertunjukan itu dilaksanakan?

Apa unsur atau elemen musik yang digunakan dan instrumen

musik apa saja yang digunakan?

Bagaimana unsur musik itu diperlakukan?

Namun demikian, pada tahap ini belum dilakukan interpretasi

dan evaluasi. Itu pula sebabnya dalam deskripsi perlu dihindari

kata-kata seperti “indah” atau “jelek”. Berikut contoh deskripsi

yang ditulis oleh Suka Hardjana dari artikel yang berjudul “Pekan

Komponis Muda Memilih Alternatif ”.

28

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

Nano Suratno dari Bandung, misalnya, memasukkan unsur-unsur

baru dan model garapan orkestrasi dengan instrumentarium

yang belum pernah dikembangkan sebelumnya. Karyanya yang

diberi judul Sangkuriang dan makan waktu kurang lebih empat

puluh menit itu menyerap masuk berbagai alat-alat musik

tiup bambu dengan berbagai ukuran yang khusus dibuat dan

dikembangkan oleh Tatang Suryana, seorang tokoh musik dari

daerah tersebut. alat-alat tersebut dengan cara yang sangat

cerdik diaduk oleh Nano Suratno ke dalam karawitan Sunda,

sehingga mampu menimbulkan berbagai ragam efek bunyi

yang penuh warna, imajinatif dan menarik sekali. Sebagai alat

tiup, instrumen musik yang berbentuk tabung-tabung bambu

segala ukuran, di samping rebab dan suling, sangat penting dan

potensial sekali untuk membentuk garis-garis suara bersambung

dan memanjang, sebagai imbangan dan kontras dari bunyi-bunyi

pendek dan terputus pada alat-alat gamelan kita yang sifatnya

perkusif. Sekaligus alat musik rakyat yang hampir terlupakan ini

dapat dihidupkan kembali, dan mendapat hal artistiknya kembali,

apalagi pada zaman pariwisata yang sok arkeologis sekarang, di

mana orang sudah ribut kalau di suatu tempat ditemukan sebuah

candi, patung, atau bahkan guci perunggu sekalipun–maka

lebih-lebih penggalian kembali alat-alat musik rakyat yang sudah

hampir terlupakan tersebut patut mendapat catatan yang sama

pentingnya. Nano Suratno memasukkan juga alat-alat mainan

anak-anak yang akrab dalam kehidupan sehari-hari kita seperti

gangsingan, kaleng biskuit yang diberi tali penarik kincir (?) di

dalamnya, efek macam-macam bunyi yang distilisir dari gerak-

gerak bunyi tepuk tangan, mulut, dan sebagainya.

Sumber: Suka Hardjana 2004: 47

Bagian analisis adalah uraian berupa penjelasan hal-hal yang

penting dari unsur nada, melodi, harmoni, ritme, dan dinamika

musik. Unsur-unsur tersebut dinyatakan pada bagian mana

pentingnya dalam mendukung penuangan atau penyajian gagasan.

Inilah tahap menyatakan mutu suatu karya musik berdasarkan analisis

unsur-unsur penyajiannya. Pengetahuan teknis dan pengalaman

musikal kritikus sangat diperlukan pada tahap ini.

Artikel yang ditulis oleh ST. Sunardi dengan judul “Musikalitas

‘menjadi Indonesia’ Psykologi musik lintas budaya”, walau tidak

dikhususkan untuk kritik musik akan tetapi pada bagian analisis

musiknya disajikan sebagai contoh yang sangat baik. Analisis

musik yang disajikan dalam artikel tersebut adalah karya musik

yang berjudul Kuwi Apa Kuwi. Musik tersebut adalah suatu karya

29

Seni Budaya

berdasarkan musik pentatonik Jawa yang diaransemen oleh Joko

Lemazh. Penggarapan musik pentatonik Jawa dengan diatonik Barat

inilah yang disajikan seperti berikut ini.

Kuwi Apa Kuwi: Sebuah Sintesis Musikal

Gending

Kuwi Apa Kuwi

merupakan gending dolanan

(

pelog pathet barang

) yang diciptakan

Ki Tjokrowasito

saat

Indonesia dilanda korupsi. Sampai sekarang gending ini masih

sangat terkenal dan masih bisa kita dengarkan musalnya dalam

pagelaran wayang, orang-orang yang sedang punya hajatan

seperti mantenan, atau di sejumlah stasiun radio Tembangnya

yang sederhana namun mengena dan dikombinasi dengan

gendingnya yang sederhana pula membuat

Kuwi Apa Kuwi

mudah diingat oleh banyak orang.

JS Lemazh mengaransemen gending ini untuk sebuah

kolaborasi antara gamelan, biola dan cello. JS Lemazh adalah

seorang Jawa yang dibesarkan dalam budaya karawitan

(termasuk

Kuwi Apa Kuwi

) dan belajar musik barat di ISI

Yogyakarta. Aransemen

KAK

bisa kita baca dalam konteks

aktualisasi diri seorang JS Lemazh dalam masyarakat sekarang.

Sekuen 1

KAK

dimulai dengan penyajian gending aslinya

Lancaran

sebagai

Buka

sepenuhnya dimainkan dengan gamelan

seperti

peking, saron, demung, slenthem,

dan sebagainya.

Kemudian masuk dalam gending

KAK

: gamelan dan dua

instrumen biola-cello memainkan

KAK

dengan melodi dan

ritme sebagaimana aslinya. Unsur baru yang mencolok pada

bagian ini tentu saja hadirnya warna suara yang dihasilkan

oleh biola dan cello. Efek ringan dan lentur bercampur dengan

warna suara (terutama yang keluar dari

peking

) yang keluar

dari logam gamelan mulai terasa. Pendengar merasa “deg-

degan” bercampur tidak yakin kalau kedua warna suara itu

akan terus berjalan sampai tujuan tanpa merusak keindahan

masing-masing sistem musik yang sudah mapan. Langkah demi

langkah kita mendengar bahwa keduanya bisa berjalan. Kita

benar-benar sedang mendengarkan gending

Kuwi Apa Kuwi

atau

Anti Korupsi

yang selama ini kita dengar. Ini bukan gending

pura-pura, melainkan benar-benar gending “itu”. Memori kita

akan gending tersebut dengan segala kenangannya muncul

kembali. Girang dan ringan.

Sekuen 2

dimulai lagi dengan lancaran sebagai

buka.

Hanya saja kali ini

lancaran

itu dengan ritme cepat bahkan

terburu-buru yang mengesankan sedang ditutupnya sekuen 1

dan dibukanya sekuen baru. Kalau pada sekuen 1 instrumen

yang dominan adalah gamelan, pada sekuen 2 peran ini

diambil alih oleh biola dan cello. Gamelan hanya diwakili

30

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

oleh

kenong

dan

kempul

untuk mengiringi secara dekoratif,

sedangkan instrumen pembuat melodi seperti

peking

dan

saron

diistirahatkan. Sampai di sini kita menemukan kemandirian

instrumen Barat untuk memainkan gending Jawa dengan melodi

dan ritme yang sama. Unsur baru yang sudah terasa pada sekuen

1 kini ditonjolkan, yaitu kelenturan warna suara instrumen

gesek yang bermain-main dengan

pitch.

Selanjutnya, biola dan

cello mengubah melodinya sekali pun masih dalam batas-batas

yang masih bisa dipahami. Kemudian dihasilkan polifon dan

ditutup dengan

lancaran

yang berfungsi untuk menutup sekuen

2 dan membuka sekuens selanjutnya. Dalam sekuen ini ritme

masih sama dengan sekuen sebelumnya. Bagian ini ditutup lagi

dengan sebuah

cadenza

yang memberikan kesan seolah-olah

gending ini sudah mau selesai (tidak mengherankan kalau

audiens sempat tepuk tangan karena mengira sudah selesai!).

Cadenza

ini juga menunjukkan bahwa sekuen 1 dan sekuen

2 bisa dimasukkan “babak pertama” dan akan segera dimulai

dengan babak kedua. Seperti layang-layang putus.

Sekuen 3

yang juga merupakan awal dari babak kedua

dimulai dengan

buka

. Hanya saja kali ini tidak dengan sebuah

lancaran

yang dimainkan oleh gamelan melainkan oleh biola

dan cello dengan beberapa nada saja. Melodi

KAK

dimainkan

oleh biola dengan tempo

pianissimo

sambil diiringi dengan

cello

molto presto

sehingga menimbulkan kesan poliritmis yang

dinamik. Melodi sedikit diubah. Nada lebih tinggi (1 oktaf ).

Sementara ini beberapa instrumen gamelan (

peking, saron,

demung,

dan

slenthem

) mengiringi secara ritmis sesuai dengan

ritme biola. Kemudian disusul dengan sebuah frasa improvisasi

yang sangat bebas yang menghapuskan jejak-jeak melodi

Kuwi

Apa Kuwi

kecuali kalau kita sedikit jeli mendengarkan iringan

gamelan yang hanya sayup-sayup. Improvisasi ini sekaligus

sekun 3 yang sepenuhnya “dimiliki” oleh biola dan cello.

Sekuen 4

kembali memainkan melodi

KAK

dengan melodi

dan ritme yang kurang lebih sama dengan sekuen 1 dan ditutup

dengan sebuah sinkop yang memberi kesan puncak.

Demikianlah tahap analisis yang berisi penjelasan bagaimana

unsur-unsur itu diperlakukan dan dihubungkan untuk mewujudkan

gagasan musikal. Sekuen-sekuen musik, seperti contoh di atas,

merupakan bagian dari bentuk musik yang isinya berupa

hubungan antar unsur. Jalinan-jalinan setiap unsur dianalisis untuk

mendapatkan kesan suatu karya musik.

Bagian kritik selanjutnya adalah interpretasi. Di sini dinyatakan

pula bagaimana tingkat ketercapaian nilai artisitik suatu penyajian

musik dengan gagasan serta maksud dari pertunjukan tersebut.

Membandingkan dengan karya sejenis dapat menjadi faktor

31

Seni Budaya

pertimbangan dalam tahap ini. Lalu apa makna bagi perkembangan

nilai, baik nilai musikal maupun nilai-nilai ekstra musikal, seperti

makna bagi kehidupan kita? Kesemuanya itu dijabarkan dalam

interpretasi. Tahap ini dapat dikatakan sebagai pendekatan induktif

karena dimulai dari hal-hal yang ada dalam suatu karya musik,

bukan dari hukum-hukum yang bersifat umum (deduktif ).

Dibanding musik suku Dani yang lebih perasa, musik orang-

orang Asmat cenderung lebih energies dan ekstrovet. Mungkin

kaum minimalis di Barat dulu belajar dari orang-orang Asmat.

Pengulangan pola-pola gerak atau bunyi yang dilakukan terus-

menerus secara intens bisa menumbuhkan ketegangan yang luar

biasa. Konsentrasi yang terus-menerus tergali akan menimbulkan

keadaan trans. Sayang kita hanya melihat mereka di pentas

buatan. Betapa pun canggihnya medan pentas buatan atau

gedung pertunjukan tak akan pernah mampu menampung seluruh

semangat hidup sejati mereka. Pentas mereka adalah rimbaraya

alam semesta, di mana Suita Lembah Baliem akan lebih terdengar

merdu. Kontrapunk Belantara yang tak akan pernah kita lupakan.

Sumber: Suka Hardjana, 2004:193

Bagian akhir penyajian kritik adalah evaluasi. Inilah tahap yang

cukup penting dalam kritik musik karena kritikus akan menyatakan

pendapatnya atas penyajian suatu musik. Pendapat yang dimaksud

bukan pendapat pribadi tanpa dasar. Dasar pernyataan dalam evaluasi

adalah hasil dari deskripsi dan analisis yang ditunjang interpretasi.

Pernyataan yang pokok dalam tahap evaluasi adalah kebaikan

atau kegagalan suatu penyajian musik. Kebaikan atau kekurangan

merupakan pertimbangan atas gagasan dengan ketercapaian dalam

penyajian musik. Pernyataan kebaikan, berupa kelebihan-kelebihan

yang ditemukan atau sebaliknya akan membangun pemahaman

peningkatan penyajian karya musik. Hal ini tentu sesuai dengan

fungsi dan tujuan kritik itu seperti telah diutarakan sebelumnya.

Setelah beberapa saat yang cukup intens, terdengarlah suara

lirih panjang seruling dari pusat pentas yang bersambung rasa

dengan gerak-gerak penari. Begitulah seterusnya hingga terjadi

suatu proses interaksi segitiga antara seruling, penari dan piano.

Dan begitu pulalah seluruh konsep dialogis Slamet A Syukur –

Eric Satie dalam SPIRAL itu dibangun dari awal hingga akhir.

Kelembutan, kesunyian, kepedihan, kelengangan dalam waktu,

suara-suara, hati, keindahan, kebetulan atau nasib dibiarkan

menjalani lakonnya sendiri. Slamet telah berhasil menciptakan

32

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

suatu gemuruh sunyi yang setiap saat menyela kedamaian nuansa

yang teresapi music Satie yang sangat sederhana tapi elook.

Dalam pementasan perdana Spiral itu Slamet dibantu oleh penari

Lakhsmi Simanjuntak yang telah memainkan porsi perannya

dengan bagus. Sayang pemain flute Henry kurang memahami

konsepsi bunyi dan misteri keindahan yang tersembunyi dalam

music-musik seperti ini. Di samping itu, dengan peralatan dan

persiapan teknis yang lebih memadai mestinya Spiral dapat

dimainkan lagi dengan lebih baik. Tapi tak apa. Slamet itu

orangnya pasrah dan nrimo. Makanya Slamet terus.....!

Sumber: Suka Hardjana, 2004: 263

Penyajian kritik musik dapat dilakukan secara lisan maupun

tulisan. Penyajian secara tulisan disusun seperti urutan penyaian

di atas. Pada awal tulisan perlu kiranya ditambahkan bagian

pendahuluan. Dengan demikian penyajian kritik dalam bentuk

tulisan meliputi:

1.

Penda

huluan

2.

Deskr

ipsi

3.

Analsis

4.

Inter

pretasi

5.

Evalu

asi

Bagian pendahuluan berisi tentang identitas musik yang akan

dikritisi, seperti nama penulis atau pencipta musiknya, judul

karya, nama penyajinya dan lain-lain yang dianggap perlu untuk

diketahui oleh pembaca. Demikianlah prosedur yang dilakukan

untuk mengkritik karya musik, baik karya musik vokal maupun

instrumental termasuk pertunjukan musik itu sendiri.

Dalam hal musik vokal, lirik lagu termasuk bagian yang

tidak terpisahkan dalam analisis kritik musik. Lirik lagu karena

berbasis bahasa maka dapat dianalsisis makna yang terkandung

di dalamnya. Makna lirik lagu mencakup makna denotatif dan

konotatif. Misalnya, ketika kita menganalisis lagu Melati Dari

Jaya Giri karya Bimbo. Secara denotatif, lagu ini dapat dimaknai

sebagai benar-benar bunga melati tetapi secara konotatif dapat

dimaknai sebagai seorang. Konotasi dari lirik yang ditulis demikian

“kuingat di malam itu/Kau beri daku senyum kedamaian

” Di sini,

tentu bunga tidak pernah kita temukan senyum dlaam kehidupan

yang sebenarnya. Ini berarti menunjuk kepada sesorang yang lain.

Pemaknaan ini kemudian dihubungkan dengan musiknya sehingga

dapat didapatkan makna secara keseluruhan dan peneriamaan kita

atas musik ini.